
LABUHANBATU – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Labuhanbatu, M. Yusuf Siagian, dijemput dan dijebloskan ke penjara oleh tim Pidsus Kejari Labuhanbatu.Yusuf Siagian yang terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi uang persediaan Sekretariat Kabupaten Labuhanbatu sebesar Rp 1,3 miliar itu, sempat divonis bebas oleh hakim Tipikor Medan pada Maret 2024 lalu.
Atas putusan itu, JPU kejari Labuhanbatu, Raja Liola Gurusinga, mengajukan kasasi dan tetap meminta agar terdakwa M. Yusuf Siagian dipenjara selama lima tahun. Berdasarkan surat putusan Mahkamah Agung Nomor 5893 K/Pid.Sus/2024.
“Semalam kami eksekusi putusan Mahkamah Agung yang secara dah meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Kasi Pidsus Kejari Labuhanbatu, Sabri Fitriansyah Marbun, Rabu (30/10/2024).
Yusuf Siagian telah melanggar pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Kami menjemput MYS di salah satu kedai kopi di Jalan Kampung Baru, Kelurahan Sioldengan, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhanbatu. Saat diamankan, MYS koperatif dan bersedia langsung dibawa ke kantor,” katanya.
Setelah dilakukan pemeriksaan, MYS selanjutnya dibawa ke Lapas Kelas II A Rantauprapat untuk menjalani masa hukuman sesuai dengan putusan Mahkamah Agung. Sebelumya, mantan Sekda Labuhanbatu itu didakwa melakukan tindakan pidana korupsi dalam pengelolaan uang persediaan sekretariat daerah tahun anggaran 2017.
Yusuf yang menjabat sebagai sekretaris daerah menjadi pengguna anggaran pada sekretariat bersama dengan bendahara pengeluaran bersama-sama telah menguntungkan diri sendiri dalam pengelolaan uang persediaan Kabupaten Labuhanbatu.
“Dimana, uang persediaan tersebut telah dipergunakan, namun tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh keduanya. Uang tersebut digunakan untuk membayar kegiatan yang tidak dianggarkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran,” jelasnya.
Bahkan, sebagian dana sudah dipergunakan sebelum jadwal pelaksanaan kegiatan, sehingga diduga ada melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dengan kerugian Rp 1,3 miliar. (Red)